Pendidikan bagi Kaum Perempuan

Persoalan pendidikan di Indonesia seperti tidak ada habisnya terutama pendidikan bagi kaum perempuan. Kepala perwakilan UNICEF di Indonesia, Steven Allen, dalam peluncuran The State of The World’s Children Report beberapa waktu lalu menyampaikan banyaknya jumlah anak perempuan lulusan sekolah dasar yang tidak meneruskan ke SMP atau SMA. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan jumlah anak laki-laki yang tidak meneruskan sekolah.

Kondisi yang sama terjadi pada anak SD dan SMP yang putus sekolah (DO), yakni tidak sampai tamat sekolah di SD atau SMP. Jumlah anak perempuan yang DO juga sangat besar. Di sekolah dasar, enam di antara 10 anak yang berhenti sekolah adalah perempuan dan empat lainnya adalah laki-laki. Di sekolah lanjutan pertama pun demikian, yakni tujuh anak perempuan dibandingkan tiga anak laki-laki. Angka partisipasi sekolah di SD, baik perempuan maupun laki-laki, bisa mencapai 93 persen. Akan tetapi, saat masuk SMP, jumlah itu berkurang menjadi 60 persen. Siswa perempuan mendominasi pengurangan 40 persen tersebut.

Di Jawa Timur sebenarnya sudah ada peningkatan terhadap partisipasi perempuan dalam pendidikan. Setidaknya, 60 persen perempuan usia sekolah di Jawa Timur mengenyam pendidikan. Menurut pakar statistik ITS Surabaya, Kresnayana Yahya, daerah-daerah yang mempunyai angka partisipasi cukup bagus meliputi Surabaya, Gresik, Mojokerto, dan Sidoarjo. Di daerah-daerah di Madura, jumlah perempuan yang meneruskan pendidikan setelah lulus SD sangat kecil. Hal itu diperparah dengan jumlah perempuan yang putus sekolah (tidak sampai tamat) yang juga sangat besar.

Faktor yang dominan terhadap masih minimnya pendidikan bagi kaum perempuan adalah kultural dan ekonomi. Di daerah Madura, menurut survei, perempuan tidak dituntut meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan tidak dipandang sebagai hal penting yang akan menjadi bekal kehidupan.